Showing posts with label 2019 at 10:49PM. Show all posts
Showing posts with label 2019 at 10:49PM. Show all posts

Friday, January 11, 2019

LPS Ramal Likuiditas Bank di 2019 akan Ketat

Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan likuiditas perbankan masih akan mengalami tren pengetatan tahun ini. Pasalnya, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan masih akan jauh di bawah pertumbuhan penyaluran kredit.

Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengungkapkan persaingan penghimpunan dana makin ketat ke depannya. Alasannya, masyarakat memiliki lebih banyak alternatif investasi tidak hanya di deposito.

"Jadi ke depan yang kita butuhkan adalah kreatifitas bank untuk menciptakan sumber dana baru, jangan hanya tergantung DPK," ujar Destry di kantornya, Kamis (10/1).

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada November lalu pertumbuhan penyaluran kredit industri perbankan sebesar 12,05 persen. Sedangkan, pertumbuhan DPK hanya sebesar 7,19 persen.

Akibatnya, rasio volume kredit dengan penerimaan dana atau Loan to Deposito Rasio (LDR) perbankan mencapai 92,59 persen. Angka LDR tersebut mencerminkan kondisi likuiditas yang cukup ketat.


Oleh karena itu, LPS mengimbau kepada perbankan agar berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Utamanya, lanjut Destry, untuk bank BUKU III. Pasalnya, posisi LDR sudah melebihi 100 persen.

"Kami imbau bank agar mereka hati-hati menyalurkan kreditnya utamanya untuk beberapa sektor yang rentan dan volatil," katanya.

Tahun ini, LPS memperkirakan pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 12,4 persen. Target LPS ini sejalan dengan target yang dipatok OJK yaitu di rentang 12-13 persen. Namun demikian, target pertumbuhan kredit tahun ini cenderung stagnan dibandingkan klaim pertumbuhan kredit oleh OJK tahun 2018 sebesar 12,45 persen.

Destry menuturkan kredit bakal mulai menggeliat pada semester II, tepatnya usai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). "Kami berharap setelah Pemilu selesai di April paling tidak sudah memberikan kepastian dunia usaha, siapapun yang menang mereka sudah bisa membaca arah kebijakan ke depan," tuturnya.

Sementara itu, LPS meramalkan DPK akan tumbuh sebesar 9 persen. Hal ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang diprediksi akan mencapai 5,3 persen.


"Belum lagi setelah pesta politk lewat orang mulai spending lagi sehingga ini menghasilkan dana baru, dan inflow (aliran dana) akan masuk," kata Destry.

Ketatnya likuiditas ini juga diakui oleh sejumlah bankir nasional. Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui likuiditas merupakan tantangan yang dihadapi industri perbankan tahun ini. Ketatnya likuditas di tahun ini merupakan lanjutan dari tren pengetatan likuiditas di tahun lalu.

"Kami melihat tahun 2018 kemarin tahun yang cukup menantang karena pertumbuhan kreditnya mulai rebound ke 12-13 persen, tapi pertumbuhan DPK nasional hanya 8 persen, sehingga LDR nasional meningkat," ujar Kartika.

Senada, Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengamini jika likuiditas akan cukup ketat tahun ini. Herry meyakini DPK industri perbankan tahun ini mampu tumbuh meskipun tipis.

"Kalau melihat posisi LDR 93 persen, cukup ketat," kata Herry. (ulf/agt)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2ACsh8Y
January 11, 2019 at 10:49PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2ACsh8Y
via IFTTT
Share:

Wednesday, January 2, 2019

LIPI Menduga Model Mitigasi Bencana BMKG Ketinggalan Zaman

Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menduga model mitigasi bencana yang dimiliki oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah ketinggalan zaman. Tri mendorong baiknya BMKG melibatkan lebih banyak periset untuk melihat data kebencanaan yang bisa saja setiap saat terjadi.

Tri mencontohkan salah satunya kejadian tsunami di Pantai Tanjung Lesung, Banten beberapa waktu lalu. Kenaikan muka air yang tidak sampai setengah meter sempat menimbulkan kekeliruan antara tsunami atau bukan. Model yang dipakai untuk menganalisis data itu, kata dia, harus diperbaharui supaya tidak menimbulkan kekeliruan.

"Kita ingin ada awareness dari stakeholder yang lain, saatnya untuk melibatkan periset lebih dalam. Bisa jadi model yang dimiliki BMKG mungkin juga sudah jadul, jadi harus disesuaikan," kata Tri di Gedung LIPI, Rabu (2/1).


Tri mengatakan, yang keliru bukan BMKG, melainkan model yang dipakai sebagai basis analisis data itu yang harus dimutakhirkan. "Nah itu tentu harus melibatkan periset," ujarnya menambahkan.

Persoalan lainnya, kata Tri, yakni ketiadaan stasiun observasi dan tidak ada sensor yang bisa memitigasi bencana tsunami. Tri mengaku kelemahan di Indonesia adalah kurangnya data untuk menanggulangi bencana. Menurut dia, sudah seharusnya antisipasi dan mitigasi bencana menggunakan sains. Tri juga memberi catatan tidak semua wilayah memiliki sensor bencana. Saat ini sensor pun baru ditempatkan di wilayah yang dinilai rawan bencana.

"Yang jelas data kita kurang. Kita tidak bisa menyalahkan BMKG karena mereka masih terbatas sekali karena negara ini sedemikian luasnya dan itu kan mahal ya untuk mengadakan dan me-maintance sensor-sensor ataupun stasiun observasi itu," tuturnya.

Sebagai solusi, Tri mengatakan sudah seharusnya BMKG melibatkan periset supaya mendapatkan data yang akurat terkait bencana. Riset bukan hanya anggaran saja tapi lebih bagaimana memanfaatkan hasil riset itu untuk mengoptimalkan akurasi dan kemampuan mitigasi.

"Menurut saya itu masih perlu ditingkatkan, kita harus melibatkan teman-teman dari ITB, LIPI, kumpul jadi satu," tuturnya.

Ketika dikonfirmasi, BMKG menolak mitigasi bencana institusinya disebut ketinggalan zaman.

"Bukan ketinggalan zaman, belum termutakhirkan karena alat yang dimiliki BMKG saat ini adalah alat peringatan dini tsunami diakibatkan karena gempa bukan vulkanik," ujar Kepala Humas BMKG, Tauvan Maulana kepada CNNIndonesia.com, Rabu.

Terkait antisipasi kebencanaan usai tsunami Selat Sunda, BMKG mengaku telah memasang sensor ketinggian air atau water level dan sensor curah hujan di Pulau Sebesi, Selat Sunda, untuk mendeteksi kemungkinan gelombang tinggi sebagai dampak erupsi Gunung Anak Krakatau.

Alat tersebut disebut terkoneksi langsung ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG.

[Gambas:Instagram]

"Saat ini sensor water level dan sensor curah hujan sudah terpasang di Pulau Sibesi dan live ke server AWS Rekayasa di BMKG, untuk mengantisipasi dini dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap tinggi gelombang laut," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam akun Instagramnya, Selasa (1/1).

(gst/ain)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2BV6hGk
January 02, 2019 at 10:49PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2BV6hGk
via IFTTT
Share: