Ketua KPU Arief Budiman mengaku pihaknya masih ragu untuk menentukan nasib pencalegan Ketua Umum Partai Hanura tersebut. Sebab, kata dia, belum semua komisioner satu suara atas hal ini.
"Yang sebetulnya hari ini mungkin belum bisa diumumkan," kata Ketua KPU Arief Budiman di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/11).
Polemik terkait pencalonan OSO sebagai caleg DPD berawal dari terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018. Di dalamnya menegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. Anggota partai yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpol.
Di sisi lain, pendaftaran pencalonan DPD sudah berjalan. Termasuk OSO yang masih menjabat sebagai ketua umum Partai Hanura juga sudah mendaftarkan diri.
Putusan MK ditindaklanjuti KPU RI dengan menerbitkan aturan perubahan. Di dalamnya meminta bakal calon anggota DPD yang sudah mendaftarkan diri segera melampirkan surat pengunduran diri dari parpolnya masing-masing.
Namun, OSO tak kunjung memberikan lampiran surat tersebut ke KPU. Kemudian KPU tidak meloloskan OSO sebagai caleg DPD.
OSO menempuh jalur hukum dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung. Menurut Arief, aturan PKPU perubahan itu tidak bisa berlaku karena putusan MK diterbitkan ketika proses tahapan pencalonan sudah berjalan. Sedangkan sifat dari putusan MK tidak berlaku surut.
Maka dari itu, peraturan harus melampirkan surat pengunduran diri dari parpol untuk menjadi caleg DPD baru bisa diberlakukan pada pemilu berikutnya, yakni 2024.
MA dalam putusannya pada 25 Oktober 2018 memenangkan OSO, karena menurut MA putusan MK tidak berlaku surut. Artinya aturan perubahan yang di dalamnya menyertakan harus melampirkan surat pengunduran diri dari partai menjadi tidak berlaku pada pemilu kali ini.
Selain menggugat ke MA, OSO juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN memenangkan OSO dan memerintahkan KPU memasukkan nama OSO sebagai caleg DPD Pemilu 2019.
Adanya tiga putusan lembaga peradilan tersebut membuat KPU bingung dalam menentukan nasib OSO.
Ketua KPU Arief Budiman kembali menunda kasus OSO. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Beberapa waktu lalu KPU melakukan audiensi dengan MK, dan juga meminta pendapat para pakar hukum.
Dalam menanggapi masalah ini, Arief mengaku bahwa pihaknya harus hati-hati agar tidak memunculkan polemik baru. Maka dari itu diperlukan kesepakatan bulat dan alasan yang kuat dari seluruh komisioner KPU.
"KPU pasti akan melaksanakan putusan. Tapi bagaimana melaksanakan putusan itu, itu yang sedang kita buat," kata Arief.
Koalisi Masyarakat Sipil Kembali Kasih Saran
Bersamaan dengan batalnya pengumuman nasib pencalegan OSO hari ini, sejumlah perwakilan dari lembaga sosial masyarakat menemui Arief untuk memberikan saran. Di antaranya adalah Perludem, Kode Insiatif, Pusako Andalas dan Formappi.
Mereka menyarankan KPU menindaklanjuti putusan pengadilan MA dan PTUN, namun tidak mengabaikan putusan MK. Karena putusan MK, menurut mereka setara undang-undang.
Mewakili koalisi masyarakat sipil tersebut, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan bahwa KPU kembali menyurati OSO agar segera melampirkan surat pengunduran diri dari parpol. Kemudian KPU memasukkan nama OSO ke dalam jajaran caleg DPD Pemilu 2019.
Hal ini perlu dilakukan karena putusan MK tegas mengatakan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. Bagi pengurus parpol yang ingin menjadi caleg DPD harus mengundurkan diri dari parpol yang menaunginya.
"KPU memasukkan OSO dalam DCT (Daftar Calon Tetap) hanya jika ada surat pemberhentian dari parpol," kata Titi.
Hal senada disampaikan Peneliti PUSaKO Universitas Andalas Feri Amsari. Ia mengatakan bahwa putusan MK harus dipatuhi oleh OSO, yakni dengan mengundurkan diri dari Partai Hanura, jika ingin tetap menjadi caleg DPD.
Cara ini lebih baik dilakukan OSO sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
"Jadi itu pilihan kenegarawanan agar Pak OSO sendiri yang bergerak menghilangkan kekisruhan ini," kata Feri.
(fhr/DAL)https://ift.tt/2DMOtzJ
November 28, 2018 at 01:33AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2DMOtzJ
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment