Tuesday, December 4, 2018

Kasus Pengaturan Skor, Hukuman Hidayat Diklaim Terlalu Ringan

Jakarta, CNN Indonesia -- Hukuman yang diberikan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI kepada mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) Hidayat disebut terlalu ringan. Hal itu mengacu pada Pasal 72 Ayat 1 Kode Disipin PSSI 2018.

Hidayat terlibat dalam percobaan suap dengan meminta Madura FC mengalah dan memberikan kemenangan untuk PSS Sleman dalam laga tandang ke Stadion Maguwoharjo di Liga 2 2018, Mei lalu. Atas kasus tersebut, Hidayat memilih mundur dari jabatannya sebagai Exco PSSI melalui konferensi pers di hadapan media, Senin (3/12).

Wakil Ketua Komdis PSSI Umar Husin mengatakan Hidayat sudah mendapatkan sanksi atas perbuatannya itu. Ia dilarang beraktivitas dalam sepak bola Indonesia selama tiga tahun dengan larangan dua tahun masuk ke stadion. Selain itu, ia juga disanksi denda sebesar Rp150 juta dan pengawasan hukuman tersebut diserahkan kepada PSSI selaku federasi.

Hanya saja sanksi itu dianggap terlalu kecil jika dibandingkan dengan yang sudah tertulis jelas pada Kode Disiplin PSSI tahun 2018 bagian kesepuluh tentang tentang manipulasi hasil pertandingan secara ilegal.

Pada Pasal 72 Ayat 1 Kode Disiplin PSSI 2018 disebutkan, siapa pun yang berkonspirasi mengubah hasil pertandingan yang berlawanan dengan etik keolahragaan dan asas sportivitas dengan cara apapun dikenakan sanksi berupa sanksi skors, sanksi denda minimal sekurang-kurangnya Rp250 juta dan sanksi larangan ikut serta dalam aktivitas sepak bola seumur hidup.

Pengamat sepak bola nasional Tomy Welly dalam perbincangan bersama CNNIndonesia.com mengungkapkan ada kejanggalan pada sanksi yang dijatuhkan Komdis PSSI kepada Hidayat soal pengaturan skor. Bahkan Tomy menyebut sanksi yang dikeluarkan Komdis PSSI terkesan aneh dan abu-abu.

Hidayat mengundurkan diri sebagai Exco PSSI pada Senin (3/12).Hidayat mengundurkan diri sebagai Exco PSSI pada Senin (3/12). (CNN Indonesia/M Arby Rahmat)
"Berdasarkan integrasi sepak bola soal pengaturan skor yang saya dapat dari AFC disebut bahwa pengaturan skor itu bersifat tabu, maka pada prinsipnya tidak ada toleransi pada sanksi, yang berarti hukumannya seumur hidup," kata Tomy melalui sambungan telepon, Selasa (4/12).

Pengusutan kasus pengaturan skor dalam sepak bola disebut Tomy harusnya bisa lebih serius dilakukan PSSI maupun Komdis. Sebab, pengaturan skor dalam olahraga termasuk dalam kejahatan berencana dan terorganisasi.

Lanjut Tomy dalam kasus pengaturan skor khususnya di sepak bola tidak memegang prinsip banding. Sebab itu hukuman yang seharusnya diberikan adalah sanksi seumur hidup kepada pelakunya.

"Apalagi dalam kasus ini sangat krusial dan sensitif karena Exco yang hakekatnya menjaga rumah sepak bola [PSSI] yang juga sebagai regulator malah terlibat. Harusnya sanksinya lebih berat. Tapi, itu pun tidak diberikan."

"Ini aneh sanksinya, ada apa? Ini terkesan tidak adanya keseriusan dari PSSI untuk melihat kasus yang sensitif dan besar seperti ini. Kenapa? karena pengaruhnya bisa meluas, seperti kita lihat di play off Liga 2 pada perebutan peringkat ketiga, suporter [Persita] diselimuti atmosfer polusi pengaturan skor sehingga situasinya rentan meledak," jelas Tomy. (TTF/sry)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2QB7wUl
December 05, 2018 at 03:12AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2QB7wUl
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment