Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan mengalami defisit US$2,05 miliar secara bulanan pada November 2018. Sementara itu, secara tahun berjalan, defisit perdagangan mencapai US$7,52 miliar pada Januari-November 2018.
"Ini sejarah baru Indonesia defisit perdagangannya sudah mencapai US$ 7,5 miliar," ujar Faisal Basri di Jakarta, Rabu (19/12).
Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2000, Indonesia beberapa kali mengalami defisit perdagangan. Pada 2012, tercatat defisit perdagangan US$1,67 miliar, 2013 sebesar US$4,08 miliar, 2014 sebesar US$1,89 miliar. Sementara dalam tiga tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus. Pada 2015 surplus US$7,52 miliar, 2016 surplus US$8,78 miliar, dan 2017 surplus US$11,84 miliar.
Faisal menyebut angka defisit perdagangan menunjukkan bahwa pemerintah masih gemar melakukan impor ketimbang ekspor. Defisit, menurut dia, juga menunjukkan Indonesia tidak mampu bersaing di pasar internasional dan terbata-bata dipasar domestik.
"Ini rata-rata bulanannya pada 2018, hampir tak pernah defisit perdagangan tidak terjadi. Tidak pernah, ini serius benar. Penyebabnya adalah defisit minyak karena tidak terjadi proses adjustment (penyesuaian). Harganya dibiarkan sedemikian sangat murah," ucapnya.
Menurutnya, defisit perdagangan harus segera dibenahi. Caranya, dengan memperkuat sektor manufaktur Indonesia. Saat ini, lanjut Faisal, sektor manufaktur Indonesia terus menerus mengalami pelemahan.
"Kalau sektoral manufakfur melemah terus menerus, share-nya turun terus menerus dan tahun ini di bawah 20 persen. Industri manufaktur ujung tombak meningkatkan daya saing," ujarnya.
Selain soal defisit perdagangan, Faisal juga mengkritik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus menerus melambat. Beberapa tahun terakhir, menurut dia, ekonomi Indonesia stagnan di kisaran lima persen.
Jika ini terus berlanjut, menurut Faisal, Indonesia akan tua sebelum kaya.
"Dalam kondisi pertumbuhan hanya lima persen (terus menerus), kita akan tua sebelum kaya. Jadi, 20-30 tahun lagi, masih miskin. Ini menunjukan tanda-tanda, 82 persen kita akan akan terkena middle income trap (jebakan kelas menengah) kalau bussines as usual," tuturnya. (sah/agi)
https://ift.tt/2GHoahB
December 20, 2018 at 02:10AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2GHoahB
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment