CNN Indonesia | Minggu, 16/12/2018 12:34 WIB
Brisbane, CNN Indonesia -- Sebagai seseorang yang takut ketinggian, berada di tempat tinggi tentu menjadi pengalaman yang sangat menegangkan. Keringat dingin, kaki gemetar, dan putih pucat rasanya jadi gejala wajar yang akan dialami.Meski tak sampai mengidap acrophobia akut, seumur hidup saya tak mau ambil risiko melakukan kegiatan ekstrem dengan ketinggian. Sebut saja panjat tebing, naik gunung, atau sekadar mencoba roller coaster di taman bermain.
Namun saat berkunjung ke Gold Coast, salah satu kota di Queensland, Australia pada akhir November kemarin, saya akhirnya mematahkan rekor takut ketinggian.Atas undangan dari Singapore Airlines dan Tourism & Events Queensland, mau tak mau saya harus mencoba melakukan kegiatan dengan ketinggian.
Bukan hanya satu, melainkan ada empat kegiatan dengan ketinggian yang harus saya lakukan!
Naik Balon Udara di Gold Coast
Aktivitas yang pertama saya lakukan adalah naik balon udara di Gold Coast. Saya harus bangun pukul 03.00 dini hari lantaran naik balon udara harus dilakukan di waktu yang sangat pagi. Jika terlalu siang, udara sudah terlalu terik dan sulit mengendalikan arah balon udara.
Saya dan rombongan jurnalis Indonesia dan Malaysia dijemput petugas dari Hot Air Balloon Gold Coast pukul 04.00 pagi di apartemen Ruby Collection yang menjadi tempat saya menginap. Dengan baju yang dibalut jaket tipis rasanya cukup untuk melawan udara dingin pagi itu.
Perjalanan menuju tempat balon udara di kawasan Canungra membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Uniknya naik balon udara adalah kami tak pernah tahu akan berangkat dari titik mana. Sebab, lokasi pemberangkatan dan pemberhentian balon udara akan selalu berpindah mengikuti arah angin.
Seperti pagi itu, kami berangkat dari titik di Jimboomba. Sebelum terbang, kami diminta untuk meninggalkan tas dalam kotak besar yang ditinggal di daratan. Kami hanya boleh membawa perlengkapan seperlunya seperti ponsel atau kamera.
Satu keranjang balon udara mampu menampung 15 hingga 20 orang. Terdapat dua sisi keranjang, satu keranjang diisi rombongan serta pemandu kami, Kate Fulton. Sementara di sisi keranjang satunya diisi sejumlah wisatawan dari India. Sedangkan Ben, si pengendali berada di tengah keranjang untuk mengatur laju balon udara.
Ben beberapa kali menyulut bahan bakar berisi gas hidrogen yang berfungsi mengangkat balon udara. Sesekali terdengar bunyi kobaran api yang cukup keras.
Saya yang duduk tak jauh di bawah alat berisi bahan bakar itu merasakan panas di sekitar wajah tiap kali api dinyalakan. Namun Ben memastikan bahwa itu tak berbahaya.
Sebelum terbang, Ben meminta semua penumpang berdiri dengan rapi. Ia juga mengajari kami cara berdiri yang benar ketika balon udara akan mendarat.
Saking senangnya, saya hampir tak merasakan ketika balon udara itu mulai bergerak. Perasaan takut sebelum terbang, hilang begitu saja ketika melihat balon udara mulai naik ke atas pada pukul 05.45.
Tak ada guncangan, atau gerakan yang membuat saya bergidik ngeri di dalam keranjang balon udara. Dengan kendali Ben yang telah bersertifikat, balon udara itu terbang dengan sempurna.
Dari atas ketinggian, saya menikmati pemandangan kawasan pedalaman Gold Coast yang sangat hijau. Sejumlah kanguru dan sapi khas Australia bahkan terlihat sedang asyik merumput. Mereka terlihat seperti mainan.
Rasa-rasanya waktu berhenti ketika saya berada di keranjang balon udara. Tak berlebihan rasanya jika saya menyebut ini sebagai momen menegangkan seumur hidup.
Gold Coast terlihat begitu luas dari ketinggian. Beberapa gedung di pusat kota bahkan juga terlihat dari kejauhan. Balon udara itu terus bergerak sesuai arah angin dan mampu terbang hingga 2.700 kaki.
Selama di dalam keranjang, Ben membebaskan kami untuk bergerak. Udara yang semula dingin pun berangsur menghangat.
Saya melirik jarum jam, tak terasa sudah 30 menit kami berada di udara. Ben mengatakan, sebelum pukul 07.00 kami sudah harus turun karena udara akan semakin bertambah panas.
Cara turun dari balon udara ternyata juga cukup unik. Balon udara tak mendarat begitu saja. Kami diminta berpegangan erat pada tali yang berada di sisi tengah keranjang.
Tanpa basa-basi, Ben mendadak menggulingkan keranjang hingga posisi kami berubah berbaring. Di situlah kami sontak berteriak. Keranjang yang semula tegak perlahan mulai miring.
Saat digulingkan, rasanya seperti akan jatuh. Kami tertawa terbahak karena ternyata tak seseram yang dibayangkan.
Dari tempat pemberhentian balon udara di Beaudesert, kami dijemput dengan mobil menuju kebun anggur O'Reilly di lembah Canungra untuk sarapan. Benar juga, sejak dini hari tadi perut kami belum terisi makanan.
Sebuah bangunan rumah kayu minimalis beratap merah menjadi tempat kami sarapan. Di depannya terbentang kebun anggur yang sangat luas. Udaranya terasa sangat bersih hingga membuat saya terdiam sejenak untuk menikmati.
Menu sarapan pagi itu adalah telur urak-arik, daging sapi, jamur, kentang, lengkap dengan buah dan jus jeruk yang dibuat sendiri. Saya juga sempat mencicip white wine khas OíReilly yang menjadi welcome drink begitu rombongan kami tiba di sana.
Selain tempat sarapan dan kebun anggur, OíReilly juga memiliki lahan hijau cukup luas yang bersisian dengan Sungai Canungra. Saya yakin siapapun betah berlama-lama menghabiskan waktu di sana meski hanya sekadar duduk.
Biaya untuk naik balon udara dipatok sebesar 280 AUD atau sekitar Rp2,9 juta. Biaya itu sudah sepaket dengan sarapan di OíReilly dan sertifikat naik balon udara.
Pengalaman saya menjajal wisata ketinggian di Queensland masih berlanjut ke halaman berikutnya...
(pris/ard)
1 dari 4
https://ift.tt/2EnVTJS
December 16, 2018 at 07:34PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2EnVTJS
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment