Obet Gobai, salah satu orang tua korban, mengaku masih menunggu langkah nyata pemerintahan Jokowi menangkap pelaku penembakan dan menuntaskan kasus Paniai Berdarah.
"Saya tidak bicara banyak, saya tunggu pemerintah kapan selesaikan kasus ini. Itu lima orang ditembak, saya tunggu pemerintah pengungkapan pelaku," kata Obet dalam sebuah diskusi di kantor Amnesty International, kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (7/12).
Dia mempertanyakan motif penembakan yang menewaskan putranya, Apius Gobai (16). Menurutnya, Apius dan rekan-rekannya merupakan aset bagi masa depan bangsa yang tidak melakukan kesalahan apapun ketika itu.
"Apakah mereka itu mencuri, membawa istri orang atau uang di bank? Tidak, karena mereka tidak mencuri itu maka saya datang di tempat ini," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat Paniai tidak akan pernah melupakan janji Jokowi dan Menteria Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) walaupun insiden Paniai Berdarah telah empat tahun berlalu.
"Kami (masyarakat) Paniai dan keluarga korban merasa walau empat tahun lalu, budaya kami orang Papua. Itu perang bisa muncul kembali. Janji Menko Polhukam dan Jokowi kami tunggu," kata Yones.
Paniai Berdarah ialah insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014 saat warga sipil melakukan aksi protes di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Empat pelajar tewas di tempat usai ditembak pasukan gabungan militer, sedangkan satu orang lagi tewas setelah menjalani perawatan di rumah sakit beberapa bulan. Sementara 17 orang lainnya luka-luka akibat peristiwa itu.
Amnesty International Indonesia mencatat bahwa kasus-kasus seperti peristiwa Paniai Berdarah kerap terjadi sejak era Reformasi pada 1998 silam. Amnesty International Indonesia pun mengaku kerap menerima laporan dugaan pembunuhan di luar proses hukum oleh aparat keamanan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Amnesty international Indonesia mencatat terjadi 69 kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum oleh aparat keamanan di Papua antara Januari 2010 sampai Februari 2018 yang memakan 95 korban jiwa.
Dari 69 insiden itu, tidak ada satu kasus pun yang diproses lewat suatu proses investigasi kriminal oleh institusi independen dari lembaga yang anggotanya diduga melakukan pembunuhan. Bahkan, Amnesty International Indonesia menemukan 25 kasus tidak memiliki investigasi sama sekali.
Amnesty International Indonesia mencatat bahwa pemerintahan Jokowi telah melakukan langkah-langkah awal untuk memajukan situasi HAM di Papua dan Papua Barat, misalnya dengan memberikan grasi pada lima orang aktivis politik Papua di Mei 2015 dan membebaskan Filep Karma dari tahanan pada November 2015.
Presiden Jokowi juga sudah menarik aturan yang melarang jurnalis asing mengunjungi Papua, meski dalam pelaksanaannya para jurnalis asing ini tetap memerlukan izin khusus dan terus diawasi.
Amnesty International Indonesia percaya bahwa untuk membawa kemajuan HAM di Papua, pemerintah lndonesia harus memutus kultur impunitas dan menyelesaikan dugaan kasus-kasus pelanggaran HAM masa kini dan masa lampau yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan.
Amnesty International Indonesia pun meyakini investigasi menyeluruh atas kasus Paniai Berdarah dapat menunjukkan komitmen Jokowi untuk mengawali upaya mengakhiri iklim impunitas di lndonesia tersebut.
https://ift.tt/2QE2G8Z
December 08, 2018 at 01:39AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2QE2G8Z
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment