Menurut dia, praktik ini semakin banyak karena instrumen hukum tidak cukup efektif membuat jera pelaku usaha yang melakukan praktik-praktik tersebut.
"Kurang efektifnya instrumen hukum yang tersedia membawa efek jera kepada pelaku, membuat fenomena ini terus berlangsung," ujar Toha dalam acara Outlook Persaingan Usaha di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (19/12).
Menurut dia, instrumen penegakan hukum perlu disesuaikan agar praktik persekongkolan ini tidak makin marak terjadi. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, disebutnya masih memiliki banyak masalah.
Beberapa di antaranya yakni, subjek hukum yang bisa disasar KPPU, notifikasi penggabungan usaha, status Sekretariat Jenderal KPPU yang belum jelas, besaran denda maksimal yang hanya sebesar Rp1 miliar-Rp2,5 miliar, serta ketiadaan insentif dalam pengusutan persaingan usaha tidak sehat.
"Tantangan terbesar ke depannya adalah mempercepat penyelesaian amandemen UU No. 5 Tahun 1999. Saya dengan segera menyiapka perubahan di dalam instrumen instruken opsionalnya," ujar dia.
Lebih lanjut, Toha menyebutkan, maraknya praktik persaingan usaha tidak sehat adalah akibat dari kegagalan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sepanjang 2018 saja, lanjut dia, masih banyak kebijakan yang tidak mencerminkan semangat persaingan usaha yang sehat.
"Sebut saja ide sesat dari pemerintah untuk memetakan pelaku industri penerbangan adalah langkah mundur dari proses panjang membangun industri yang kompetitif," ujarnya.
Di sektor kesehatan, praktik dokter yang menjadi penentu persaingan merek obat-obatan masih saja berlangsung. Hal itu menjadi sejumlah masalah yang memerlukan perhatian serius.
Senada, Pengamat Ekonomi Faisal Basri menyebutkan praktik persaingan usaha dan lelang akan marak di daerah. Pasalnya, para peserta Pemilu bakal membutuhkan logistik yang semakin besar menjelang hari H pemungutan suara.
"Dalam menghadapi kondisi lingkungan politik seperti itu, independensi harga mati," ujar Faisal.
Tantangan KPPU Setelah Pemilu
Faisal juga memprediksi KPPU akan menghadapi tantangan yang cukup berat setelah Pemilu 2019 selesai, siapapun pemenangnya. Lima tahun mendatang akan menjadi tahun-tahun yang berat bagi KPPU.
Jika pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang, menurut Faisal, KPPU akan menghadapi banyak gangguan dari pemerintah. Hal itu lantaran banyaknya partai pendukung yang berada di belakang Jokowi-Ma'ruf. Dengan koalisi yang semakin gemuk, kepentingan satu dan lain partai akan saling tarik menarik.
"Alhasil 2019 2024 akan berat buat KPPU karena yang menciptakan distorsi itu pemerintah dan pemerintah koalisi gemuk akan lebih berat," ujar Faisal.
Sementara itu, jika pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, KPPU bakal semakin kesulitan untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Hal itu lantaran banyaknya pemain baru yang siap mengeruk kekayaan Indonesia dengan caranya masing-masing.
"Kalau Prabowo menang semua pemain baru dan siap mengeruk yang baru-baru. Di sini ada yang sudah haus PKS, PAN Gerindra, mereka haus logistik nanti diganti direksi dan komisaris BUMN, mulai baru lagi, berat saya membayangkannya," ucapnya. (SAH/lav)
https://ift.tt/2BvTkCJ
December 20, 2018 at 12:48AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2BvTkCJ
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment