Pria yang akrab disapa Ara itu lalu mengungkit kisah di pilpres 2014 saat Prabowo menggugat hasil akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan kecurangan di 52 ribu TPS.
Meski MK akhirnya memutuskan Jokowi dan Jusuf Kalla menjadi pemenang pemilu, Jokowi memilih datang sendiri untuk bertemu Prabowo. Dengan jiwa besar, Prabowo kemudian hadir di acara pelantikan yang dihelat di Gedung MPR RI.
"Saya kenal mereka berdua berkawan baik dan saya yakin mereka berdua bisa menjadi kawan yang baik," kata Ara di sela-sela acara Refleksi Akhir Tahun 2018 Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (30/12).
Oleh karena itu, Ara berharap persaudaraan Jokowi dan Prabowo ini jangan sampai runtuh akibat kompetisi Pilpres 2019.
"Saya pikir ini adalah contoh yang paripurna, politisi menjadi negarawan," ujar Ara.
Tak hanya itu, Ara menambahkan tidak menutup kemungkinan Jokowi dan Prabowo akan berharmonisasi dalam satu pemerintahan.
"Jokowi dan Prabowo itu bukan tidak mungkin setelah Pilpres nanti mereka dalam satu pemerintahan yang sama," kata Ara.
Ara menantang pasangan capres-cawapres Pilpres 2019 untuk menang tanpa memainkan isu SARA. Ara mengatakan dua pasangan calon harus adu program dan visi misi untuk memajukan bangsa Indonesia.
"Kalau mau menang jangan pakai isu SARA, tanya Jokowi dan Prabowo apa yang kau kerjakan untuk membuat Indonesia rakyat miskinnya bisa mengakses di bidang pendidikan dan kesehatan," kata Ara.
Ia mengingatkan kedua paslon harus berlomba untuk menunjukkan kebaikan ketika diberi kesempatan untuk memimpin. Bukan malah menggoreng isu-isu negatif.
"Kalau kita lahir sebagai suku apa, agama apa, etnis apa, itu adalah suatu fakta ya, sudah seperti itu," ujar Ara.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi mengakui sepanjang tahun politik ini banyak tersebar narasi kampanye negatif. Narasi kampanye tersebut terdiri dari ujaran kebencian, hoaks, fitnah, kampanye hitam, dan perdebatan minim data.
Jargon dan kampanye politik menurut Bursah, bukan lagi bersifat adu program, tapi lebih menonjolkan politik identitas dan SARA.
"Kita merasa risau dengan pernyataan beberapa tokoh politik yang mengibaratkan Pilpres 2019 sebagai Baratayudha, Armageddon, atau perang badar," kata Bursah.
Bursah mengatakan pemilihan umum seharusnya dijadikan wahana pendidikan politik bagi masyarakat. Selain itu, ia mengatakan adu program harus berbasis data sebagai pertimbangan masyarakat untuk menentukan pilihan.
(jnp/DAL)http://bit.ly/2VlcSmq
December 31, 2018 at 02:41AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2VlcSmq
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment