Bivitri menuturkan suatu putusan bersifat retroaktif harus dilihat secara konteks. Ia berkata sifat putusan retroaktif tidak bisa semata-mata dilihat dari tanggal.
Dalam perkara pengurus parpol menjadi caleg DPD yang masuk dalam kategori pemilu, kata dia, merupakan peristiwa yang terjadi secara bertahap. Lebih lanjut, Bivitri mengingatkan putusan MK tidak bersifat retroaktif karena dibuat sebelum KPU membuat Daftar Calon Tetap DPD di Pileg 2019.
Ia berkata ada jeda yang panjang bagi para caleg berlatar pengurus parpol untuk mematuhi putusan MK. Terlebih, ia menyebut KPU Pusat dan KPU Provinsi sempat mengimbau caleg DPD yang terdaftar di dalam Daftar Calon Sementara untuk mundur dari posisinya sebagai pengurus parpol jika status calon legislatif mereka tidak dibatalkan.
"Dengan itu maka nanti bisa diklarifikasi ke KPU, data yang saya punya di atas 200 orang bisa memenuhi itu. Karena waktunya lama," ujarnya.
Dari sekian banyak celeg yang mematuhi imbauan KPU, Bivitiri menyebut hanya Ketua DPD, sekaligus Ketum Hanura Oesman Sapta Odang alias Oso yang menolak dan memilih mengajukan uji materi Peraturan KPU yang melarang pengurus parpol menjadi caleg DPD ke Mahkamah Agung.
Sikap Oso menolak mundur sebagai pengurus parpol, kata dia, bukan karena tidak bisa. Ia justru melihat Oso sengaja tidak mau mundur. Sebab, Oso melakukan perlawanan terhadap MK, seperti meyebut MK 'goblok' hingga mendesak Presiden Joko Widodo meninjau keberadaan MK.
"Jadi kan kalau buat saya jelas menunjukkan dia unwilling, bukannya unable," ujar Bivitri.
Bivitiri menambahkan putusan MK tidak retroaktif dalam perkara larangan pengurus parpol menjadi caleg DPD tertuang dalam pertimbangan MK yang menyebut putusan tersebut diberlakukan sekarang, bukan pada Pileg mendatang.
Terkait dengan hal itu, Bivitri menyarankan KPU untuk mengikuti putusan MK. Sebab, ia menyebut MK memiliki kewenangan untuk memutuskan konstitusionalitas suatu uu berdasarkan UUD.
"KPU sendiri jelas sekali dalam UU Pemilu tugasnya menyelenggarakan pemilu berdasarkan UU. Jadi patokan dia harus selalu levelnya UU dan putusan MK itu konkret mengubah UU Pemilu," ujarnya.
"Soal retroaktifnya, kalau menurut saya tidak retroaktif sama sekali. Karena DCT waktu itu jauh belum diumumkan," ujar Bivitiri.
Lebih dari itu, ia mengaku tidak sepakat dengan putusan PTUN yang memerintahkan KPU untuk mengembalikan status Oso ke dalam DCT. Sebab, putusan MK keluar sebelum KPU membuat DCT.
(panji/agt)https://ift.tt/2DuerHW
November 19, 2018 at 12:49AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2DuerHW
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment