Monday, December 24, 2018

Pemerintah Bangladesh Akan Tutup Kamp Rohingya Selama Pemilu

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Bangladesh akan menutup kamp pengungsian yang berisi sejuta muslim Rohingya selama tiga hari seiring pelaksanaan pemilihan umum yang akan digelar pekan ini.

Akibat hal tersebut, maka masyarakat Rohingya yang tinggal di distrik Cox's Bazar yang terletak di Bangladesh tenggara tidak boleh keluar dari pengungsiannya sejak Sabtu (29/12).


Seperti dilansir dari AFP, Bangladesh akan menyelenggarakan pemilu pada 30 Desember mendatang, di mana Perdana Menteri petahana, Sheikh Hashina mengincar periode keempatnya.

Sebelumnya, Hashina belakangan mendapat pujian dari komunitas internasional lantaran mau menerima pengungsi dari tindakan militer di Myanmar.

Komisioner Pengungsi Bangladesh Mohammad Abul Kalam mengatakan, komisi pemilihan umum Bangladesh sebelumnya meminta pemerintah Cox's Bazar untuk mencegah pengungsi dijadikan 'alat' selama masa kampanye.

"Ini untuk kepentingan keamanan. Embargo ini juga berlaku untuk pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka tidak bisa masuk ke kamp kecuali ada hal-hal darurat," kata Abul.

Polisi juga mengatakan akan menambah barikade yang akan dipasang sekeliling kamp. Selain itu, sebanyak 450 aparat kepolisian akan diterjunkan di sekeliling kamp berbaregan dengan petugas perbatasan dan polisi setempat.

Selain itu, ribuan angkatan bersenjata juga diperintahkan bertugas di seluruh Bangladesh di tengah-tengah kekerasan terkait pemilu yang kian keruh. Laporan media setempat mengatakan sebanyak 30 ribu tentara telah bergabung dengan 20 ribu organisasi angkatan bersenjata yang sebelumnya telah diterjunkan.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang terdiri dari anak-anak dan perempuan melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh pada Agustus 2017.

Mereka kabur dari Myanmar untuk melarikan diri dari diskriminasi, pembunuhan, hingga pemerkosaan oleh militer di negara bagian Rakhine.

Semula pemerintah Bangladesh bermaksud melakukan pemulangan pengungsi Rohingya itu ke Myanmar. Namun, rencana itu ditunda hingga tahun depan karena pemilu yang akan digelar.

Meski begitu, seluruh pengungsi Rohingya enggan dipulangkan ke Myanmar. Alasannya adalah mereka trauma dan tidak ada jaminan tak lagi mengalami persekusi dari kelompok Buddha radikal dan aparat keamanan Myanmar.

Di sisi lain, pemerintah Myanmar juga belum mengakui orang Rohingya sebagai warga negara. Orang Rohingya masih harus melewati proses panjang guna mendapatkan hak-haknya. Maka dari itu mereka pun pesimis akan masa depannya jika kembali ke Myanmar.


Kekerasan Terkait Pemilu Bangladesh

Hingga saat ini, terdapat enam orang yang tewas pada kekerasan terkait pemilu. Di sisi lain, Partai Nasional Bangladesh (BNP) mengatakan ada 152 kandidatnya yang telah diserang.

Tak hanya itu, BNP juga mengkritik keputusan bintang kriket Bangladesh Mashrafe Mortaza lantaran menjadi kandidat legislatif bagi partai Awami League pimpinan Hashina. Adapun saat ini, Mashrafe sedang berkampanye setelah memimpin kemenangan Bangladesh atas tim gabungan beberapa negara, West Indies Cricket Team bulan ini.

BNP menuding Mashrafe tak berhak menjadi kandidat ketika ia sendiri masih menerima Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai atlet kriket. Saat ini, Mashrafe digaji 420 ribu taka atau US$5.000 per bulan dari Bangladesh Cricket Board (BCB).

Hukum Bangladesh melarang pihak-pihak yang mendapat bayaran pemerintah untuk menjadi peserta pemilihan umum. Beberapa kandidat dari partai oposisi juga telah didiskualifikasi karena bekerja untuk pemerintah.

"Kami menerima generasi muda untuk bergabung ke politik. Tapi secara hukum tentu tak ada perbedaan antara superstar dan masyarakat biasa. Mashrafe adalah pemain kriket yang dibayar oleh BCB, sebuah badan pemerintah," ujar juru bicara BNP, Rizvi Ahmed.

(glh/kid)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2BCy7a4
December 25, 2018 at 03:14AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2BCy7a4
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment