Monday, November 19, 2018

Digitalisasi Disebut Bikin 56 Persen Orang Hilang Pekerjaan

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan perkembangan teknologi dan digitalisasi akan membuat sekitar 56 persen pekerja di dunia kehilangan pekerjaan dalam 10-20 tahun ke depan.

Meski demikian, penciptaan lapangan kerja tetap akan terjadi, sehingga menutup risiko 'punahnya' beberapa jenis pekerjaan, misalnya pengantar pos.

Hanif bilang, angka tersebut didapatnya merujuk pada proyeksi dari Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) yang diterbitkan belum lama ini.


"Prediksi ILO sekitar 56 persen, meski penciptaan lapangan kerja tetap akan besar juga. Tapi penciptaannya belum dihitung berapa," ujar Hanif di kantornya, Senin (19/11).

Lebih lanjut, Hanif bilang sektor industri yang akan lebih dulu dihantam oleh digitalisasi, yaitu perbankan, ritel, dan logistik. Namun, tekanan tersebut dipastikan akan terjadi secara bertahap, sehingga tidak serta merta terjadi bersamaan dan menimbulkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.

Terkait risiko ini, ia mengatakan pemerintah sejatinya sudah memiliki solusi, yaitu membuat pemetaan atas pekerjaan yang rentan hilang dan yang bisa diciptakan ke depan. Hal ini dilakukan dengan turut mengembangkan metode pengembangan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Program itu, katanya, sudah dibuat sejak era Kabinet Kerja dimulai hingga berakhir pada 2019 mendatang.


"Kami namanya man power planning, kami petakan perubahan pasar tenaga kerja di masa depan," imbuhnya.

Namun, ia enggan memaparkan lebih rinci terkait program ini, sekaligus proyeksi penyusutan serapan tenaga kerja yang pada akhirnya bisa teralihkan ke sektor kerja baru di Tanah Air.

Ekonom sekaligus Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Khasali menambahkan setidaknya ada beberapa sektor yang paling rentan tergerus digitalisasi, yaitu keuangan, media cetak hingga perhotelan. Meski tak memiliki angka pasti mengenai proyeksi penurunan kesempatan kerja di masing-masing sektor, namun ia memastikan hal itu sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini.


Misalnya, pada sektor industri keuangan, beberapa bank sudah tidak lagi membuka kantor cabang dan menambah pegawais dalam jumlah besar. Namun, ia bilang, hal ini tak serta merta membuat PHK di sektor keuangan sudah marak terjadi.

"Sekarang belum sepenuhnya bank kurangi pekerja, tapi setidaknya mereka tidak ekspansi juga. Tidak buka kantor cabang baru," ucapnya pada kesempatan yang sama.

Sementara itu, sektor media cetak, hal ini tercermin dari sudah mulai bergugurannya media cetak di Tanah Air, khususnya surat kabar yang kemudian digantikan oleh media dalam jaringan (online).

Sektor perhotelan juga perlahan akan tergerus jumlah pekerjanya karena perkembangan teknologi dan perubahan pasar membuat orang lebih senang memanfaatkan penyewaan kondominium dan kamar kos untuk menginap, misalnya dengan aplikasi AirBnB.


Industri Baru Siap Jadi Pengganti

Meski tenaga kerja di beberapa sektor industri rentan tergantikan oleh digitalisasi, namun Rhenald bilang, sejatinya akan selalu ada bidang-bidang pekerjaan baru yang siap menjadi pengganti industri lama untuk menyerap tenaga kerja. Hal ini, katanya, sudah jadi hukum alam dari perputaran roda ekonomi, meski belum bisa diprediksi apakah kemampuan serapan dari industri baru mampu menampung semua 'buangan' dari industri lama.

Misalnya, di sektor keuangan, bank mungkin akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya, tapi kehadiran perusahaan teknologi berbasis keuangan (financial technology/fintech) bisa menggantikan.

"Dalam jangka pendek, fintech akan naik, sampai fintech optimal, maka lapangan kerja di bank akan mulai berkurang. Bayangkan, misal ada 200 fintech, masing-masing butuh 30 orang, sudah serap 6.000 pekerja," terangnya.


Selain akan muncul industri baru yang jadi alternatif untuk sektor yang sama, Rhenald bilang, industri informal menjadi salah satu jalan keluar bagi tergerusnya kesempatan kerja oleh digitalisasi. Misalnya, usaha-usaha yang memanfaatkan layanan antar atau delivery melalui aplikasi online. Syaratnya, sambung Rhenald, para pekerja yang mau menjajal pekerjaan baru ini harus akrab dengan teknologi dan digitalisasi itu.

"Nanti akan banyak restoran yang bisa dibikin di rumah, diantarnya pakai Go-Food (layanan pesan antar dari Go-Jek Indonesia)," pungkasnya. (uli/lav)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2PC5wf5
November 20, 2018 at 03:08AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2PC5wf5
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment