Namun, rencana akuisisi ini disebutnya masih dalam tahap negosiasi. "Kami mau ambil pabrik yang sudah agak mau bangkrut, karena kalau untung ya kan tidak dijual," ucap Silmy di Jakarta, akhir pekan ini.
Namun, ia belum bisa menerangkan secara gamblang kebutuhan dana untuk merealisasikan rencananya itu dan pabrik mana yang akan diakusisi tersebut. Yang pasti, ekspansi pembelian pabrik merupakan usulan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
"Pertumbuhan nonorganik, ini arahan dari Bu Menteri untuk melakukan ekspansi," jelas Silmy.
Saat ini, Krakatau Steel memproduksi lima juta ton baja setiap tahunnya. Produksi itu untuk memenuhi berbagai industri, seperti otomotif, elektronik, kapal, dan konstruksi. Ia berharap penambahan jumlah produksi bisa menekan kerugian perusahaan, sehingga tahun depan Krakatau Steel bisa membukukan laba bersih.
Pada sembilan bulan pertama tahun ini, perusahaan membukukan kerugian sebesar US$37,38 juta. Rugi bersih itu jauh lebih kecil dari kuartal III 2017 yang mencapai US$75,04 juta. Hal ini tak lepas dari kenaikan penjualan perusahaan menjadi US$1,27 miliar dari sebelumnya US$1,03 miliar.
"Tahun depan kami berharap Permendag Nomor 22 Tahun 2018 dicabut supaya kami bisa lebih sehat lagi. Kami punya optimisme, harga baja masih stabil, US$600-an per ton," jelas Silmy.
Permendag Nomor 22 Tahun 2018 sendiri berisi tentang ketentuan impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya. Beleid itudiklaimSilmy memberatkan keuangan perusahaan karena harus berkompetisi dengan baja impor.
(aud/agt)https://ift.tt/2QlAKGw
November 26, 2018 at 03:57AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2QlAKGw
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment