Saturday, November 24, 2018

Renjana KLa Project Bereksperimen Musik Tiga Dekade

Jakarta, CNN Indonesia --
Suhu ruangan studio semakin dingin seiring dengan perbincangan dengan KLa Project di suatu malam November 2018 itu. Namun perbincangan justru semakin hangat membahas perjalanan musik mereka yang sudah menyentuh tiga dekade.

Suasana studio juga semakin sepi, para pemain tambahan dan kru KLa Project juga satu per satu pulang. Tapi Lilo masih asik memetik gitar elektrik selama obrolan berlangsung. Ia duduk di tengah, dihimpit Katon di kanan dan Adi di sisi kiri.

Tersisa tiga dari empat pada saat terbentuknya 30 tahun lalu, KLa Project tidak mencari drummer baru ketika Ari menyatakan keluar usai album Pasir Putih (1992).

Mereka tetap bermusik sembari beradaptasi dengan berbagai percobaan. Bagi mereka, mencoba dan beradaptasi adalah proses yang menarik bagi musisi.

"Adaptasi berjalan dengan mulus, formasi penampilan langsung kami juga berubah. Itu justru jadi renjana bagi musisi karena kami ngulik lagi, itu tantangan baru," kata Katon.


Katon sendiri tidak pernah berharap lebih pada perubahan formasi karena belum tentu berhasil. Baginya selalu ada faktor x yang tidak ia ketahui namun memengaruhi suatu karya bisa sukses atau tidak. Yang penting baginya, berusaha sebaik dan semaksimal mungkin.

Hal itu sempat KLa Project lakukan ketika Lilo keluar pada 2001. Dua tahun berselang, Katon mengganti nama menjadi NuKLa dengan merekrut Harry Goro, Yul Priyatna dan Erwin Prasetyo. NuKLa sempat melahirkan satu album bertajuk New Chapter dengan single Izinkan Ku Memuja.

Sayang, NuKLa tidak bertahan lama. Pada 2006 Erwin memutuskan untuk keluar, tak lama setelah itu Katon menyatakan nama NuKLa kembali menjadi KLa Project. Namun belum ada karya baru setelah kembali dengan nama asli.

"Waktu masih muda, Adi teman main saya yang sangat dekat, sedekat saya bisa menginap seminggu di rumahnya. Sama juga main sama Katon. Ketika sudah punya pasangan dan keluarga, semua sudah beda. Ketertarikan sudah beda," kata Lilo.

KLa Project selalu menemukan keakuran ketika bertemu meski sempat 'pisah ranjang'. Terbukti dengan Katon, Lilo dan Adi yang sepakat reuni pada 2009 ditandai dengan perilisan album KLa Returns dan dilanjut dengan merilis album Exellentia pada 2010.
Katon, Adi, dan Lilo kembali bersama dalam KLa Project pada 2009.Katon, Adi, dan Lilo kembali bersama dalam KLa Project pada 2009. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)

Eksperimen Bermusik

Katon mengatakan KLa Project adalah band yang tidak suka mengulang hal sama. Pada lagu misalnya, mereka tidak mau mengaplikasikan formula lagu Yogyakarta pada lagu lain agar ikut menjadi hit.

Mereka lebih suka mengulik dan menggali potensi yang ada dalam diri mereka sendiri.

Selama tiga dekade, KLa Project telah melahirkan 11 album dengan berbagai percobaan. Album perdana yang rilis 1989 bergenre new wave, pada album Kedua (1990) bergenre pop techno dan pada album Ungu (1994) bergenre pop kontemporer.

Pucuk dicita ulam tiba, eksperimen itu berbuah penghargaan.

Lagu Yogyakarta dari album Kedua mendapat penghargaan Lagu Terbaik, Aransemen Terbaik dan Pop Techno terbaik BASF Award (kini Anugerah Musik Indonesia) 1991.

Kemudian lagu Terpuruk Ku Di Sini dari album Ungu mendapat penghargaan Lagu Terbaik, Aransemen Terbaik dan Pop Kontemporer terbaik BSAF Award 1994.

Meski mendapat penghargaan, justru dua album itu bukanlah eksperimen yang dianggap paling berkesan.

Adalah album KLakustik I (1996) dan KLakustik (1996) diakui KLa Project sebagai eksperimen yang paling berkesan. Dua album itu berisikan lagu-lagu KLa Project dengan aransemen ulang yang direkam secara langsung di Gedung Kesenian Jakarta.

Sembari menyilangkan kaki, Adi bercerita bagaimana album itu lahir. Ia mulai dengan menjelaskan industri musik era '90-an yang mendikotomi band menjadi dua bagian, yaitu band panggung dan band rekaman.

Band panggung adalah predikat yang diberikan pada band yang sering manggung di berbagai festival. Band panggung lebih diapresiasi karena manggung lebih sulit dibandingkan rekaman yang bisa dipotong atau ditambal.

Sementara itu, KLa adalah band yang jarang manggung sehingga menyandang predikat band rekaman. Band rekaman selalu dianggap sebagai band yang belum tentu berhasil kalau manggung.


Mereka ingin menanggalkan pendapat itu dengan membuat album yang direkam secara langsung.

"Kami lakukan itu buat kami sendiri bahwa kami juga band yang bisa main langsung. Orang saja yang belum tahu. Walau sebenarnya akustik sangat jauh dari kami, karena lagu-lagu kami elektronik banget," kata Adi.

Katon menambahkan sembari tersenyum, "Kalau mau dengar KLa yang sebenarnya jangan yang akustik. Dengar KLa yang akustik sama seperti mendengar Nirvana yang tampil di MTV Unplugged."

(end)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2DW8LaU
November 25, 2018 at 09:21PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2DW8LaU
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment