"Suara guru sangat rentan dipolitisasi, karena bisa menarik bukan hanya suara dia (guru) tapi suara muridnya juga," kata Retno di Gedung LBH, Jakarta, Minggu (25/11).
Retno mencontohkan, di Pilpres mendatang, profesi guru memiliki suara sebesar 3,2 juta. Namun, jumlah tersebut dapat meningkat lebih dari dua kali lipat, mengingat guru dapat memiliki pengaruh pada muridnya, terutama yang sudah memiliki hak pilih.
"Jadi membidik guru bukan 3,2 juta, tapi puluhan juta, karena selain guru punya keluarga, guru punya murid. Jadi ini sangat potensial, maka tidak heran jika politisi akan terus mengangkat isu guru," kata Retno.
Guru, kata Retno, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir dan arah politik muridnya. Bahkan keluarga para murid, apalagi jika guru tersebut menjadi idola di sekolah.
"Guru-guru yang banyak pengikut, yang menjadi rujukan untuk kritis, ketika memiliki pilihan akan mempengaruhi murid karena yang bahaya ini guru sangat didengar sekali oleh muridnya," kata dia.
Untuk itu, kata Retno, agar tak terjadi politisasi di ranah pendidikan khususnya terkait profesi guru ini, komunikasi orang tua dengan anak harus digencarkan. Sosialisasi terhadap murid untuk aktif melapor jika terjadi pelanggaran pun perlu digencarkan. Dengan demikian, menurut dia, para murid tak akan dengan mudah terpapar politisasi yang semula diberikan kepada guru atau tenaga pengajarnya.
"Kalau guru sudah kampanye di kelas, siswa harus berani lapor ke orang tua, dan kepala sekolah. Ini jelas pelanggaran etis, tapi jangan dibawa ke pidana. Kepala sekolah bisa bergerak memberikan sanksi," kata dia. (tst/agi)
https://ift.tt/2ztumDw
November 26, 2018 at 04:43AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2ztumDw
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment