Thursday, December 27, 2018

Fraksi PDIP DKI Soroti Serapan Anggaran Rendah di Era Anies

Jakarta, CNN Indonesia -- Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta menyoroti rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun anggaran 2018 di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Berdasarkan situs publik.bapedadki.net, serapan anggaran APBD 2018 per 27 Desember pukul 17.30 WIB baru mencapai 76,05 persen dari total anggaran Rp83,26 triliun.

"Angka ini jauh dari target yang pernah digaungkan hingga mencapai 87 persen," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono di Gedung DPRD DKI, Kamis (27/12).

Padahal, menurutnya, serapan anggaran menjadi salah satu parameter kinerja aparatur pemerintah di lingkungan Pemprov DKI.


Menurut Gembong, rendahnya serapan anggaran ini juga berdampak pada pelayanan publik yang mengalami kemunduran. Karenanya, ia menilai perlu ada evaluasi terhadap kinerja aparatur pemerintahan.

Gembong juga berpendapat rendahnya serapan anggaran juga menjadi konsekuensi dari kebijakan Anies merotasi sejumlah Kepala Dinas yang justru menimbulkan banyaknya Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas.

"Bagaimana pun rendahnya serapan merupakan konsekuensi dari kebijakan pencopotan tanpa solusi yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan," tuturnya.

Fraksi PDIP dan sejumlah fraksi lain, kata Gembong, berencana menggunakan hak angket sebagai respons atas rendahnya serapan anggaran di era Anies.

"Tujuannya agar APBD DKI ke depan tepat sasaran untuk kemajuan kota dan kesejahteraan warga secara merata," ucap Gembong.


Selain itu, fraksi PDIP juga menyoroti soal program rumah DP nol rupiah Solusi Rumah Warga (Samawa). Gembong menilai program tersebut menjadi penyebab mandeknya program pembangunan infrastruktur lain.

Pasalnya, anggaran APBD 2018 justru banyak dikurangi untuk program rumah DP nol dibanding untuk pengerjaan fisik, seperti pengerjaan jalan layang nontol atau pengerjaan fisik lainnya untuk mencerminkan kemajuan Jakarta sebagai Ibukota.

"Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta menilai, program hunian DP 0 rupiah yang digadang Anies Baswedan terlalu dipaksakan," ucap Gembong.

Selain itu, sambung Gembong, bunga yang ditawarkan untuk cicilan rumah DP nol juga terlalu tinggi yakni sebesar 9,45 persen.

"Ini jauh lebih tinggi dibandingkan Bungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang hanya 5%" katanya.

Tak hanya itu, Gembong menuturkan berdasarkan Pergub Nomor 104 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, diatur bahwa pembyaran cicilan rumah DP nol rupiah bisa dilakukan hingga 20 tahun.

Artinya, menurut Gembong minimal harus ada empat gubernur yang sepakat dengan program tersebut.

"Tolong lah jangan memaksakan dan mengiming-imingi rakyat dengan sesuatu yang tak jelas dan tidak mungkin," katanya.

(dis/pmg)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2SpWQ8M
December 28, 2018 at 02:59AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2SpWQ8M
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment