Wednesday, January 9, 2019

Dosen USU Penyebar Ujaran Kebencian Soal Bom Surabaya Diadili

Medan, CNN Indonesia -- Himma Dewiyana Lubis (45), Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (9/1). Wanita ini didakwa melanggar UU ITE lantaran menulis status di akun Facebook terkait teror bom gereja di Surabaya, Jawa Timur, Mei 2018 lalu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tiorida Juliana Hutagaol dalam dakwaannya menyebutkan Himma ditangkap setelah menulis kalimat di Facebooknya "Skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden" dan "Ini dia pemicunya Sodara, Kitab Al-Quran dibuang".

"Status itu ditulis di rumahnya, di Kompleks Johor Permai, Gedung Johor, Medan Johor, Medan. Terdakwa membuat dan mengetik status itu menggunakan Iphone 6S silver. Terdakwa mengaku tidak ada orang lain yang menyuruhnya untuk membuat postingan itu," kata JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Riana Pohan.

JPU mengatakan bahwa terdakwa membuat caption/tulisan diakun Facebook Himma Dewiyana tersebut karena merasa kesal, jengkel dan sakit hati atas kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia. Di era Jokowi Himma merasa harga sembilan bahan pokok (sembako), tarif listrik, dan semua keperluan/kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan.

"Padahal terdakwa Himma sebelumnya sangat mengagung-agungkan Jokowi sebelum menjadi Presiden RI. Sebab janji-janji Presiden Jokowi pada saat kampanye pemilihan Presiden RI tahun 2014 sangat mendukung terdakwa dalam kehidupan sehari-hari," ungkap JPU.

Tulisan Himma tersebut lantas viral di media sosial dan akhirnya sampai ke personel Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sumut pada Mei tahun lalu. Penyelidikan dilakukan, Himma pun diamankan dan ditahan.

"Akibat dari perbuatan terdakwa yang membuat postingan di dalam akun Facebook Himma Dewiyana akan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu," kata Tiorida.

Atas perbuatannya, lanjut JPU, terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," jelasnya.

Dakwaan JPU langsung ditanggapi penasihat hukum Himma dari Tim Bantuan Hukum Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Medan. Mereka menyatakan keberatan dan langsung diberi kesempatan menyampaikan eksepsi.

"Dalam kasus ini, tidak ada masyarakat yang melapor sebagai korban ujaran kebencian ini. Laporan justru dibuat penyidik. Tindakan pelapor yang sekaligus menjadi penyelidik tidak selaras dengan KUHAP," terang penasihat hukum terdakwa.

Tim penasihat hukum juga menyoroti dakwaan yang dinilai tidak memenuhi syarat.

"Kami penasihat hukum terdakwa Himma Dewiyana Lubis alias Himma meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," kata Rina Melati Sitompul, salah seorang penasihat hukum.

Dalam perkara ini, Himma sempat ditahan penyidik di Polda Sumut pada 20 Mei 2018 hingga 8 Juni 2018. Setelah itu penahanannya ditangguhkan. (fnr/wis)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2FfDfp0
January 10, 2019 at 12:52AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2FfDfp0
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment