
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang tergelincir 1,6 persen, menunjukkan survei aktivitas manufaktur sektor swasta China untuk pertama kalinya dalam 19 bulan.
Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit (PMI) untuk Desember turun menjadi 49,7 dari level indeks bulan sebelumnya 50,2, dan diikuti survei yang buruk terkait output sektor manufaktur.
"Hal yang lebih menarik adalah bahwa 'pesanan baru' pada PMI turun dari ekspansi pada November menjadi kontraksi pada Desember. Ini menegaskan pandangan bahwa ekonomi lemah dan stimulus perlu tiba dengan cepat," kata analis di ING seperti dikutip dari Reuters, Rabu (2/1).
Indeks blue chip Shanghai merosot cepat 1,2 persen dan Korea Selatan turun 1,5 persen, sedangkan Nikkei Jepang tak bergerak karena masih ditutup untuk liburan.
E-Mini futures untuk S&P 500 melesu 0,8 persen, sementara FTSE futures turun 0,6 persen. Spreadbetters juga menunjuk kerugian pada bursa Eropa utama lain pada pembukaan hari pertama tahun 2019.
Dolar Australia, yang sering digunakan sebagai pengganti terhadap sentimen China, melemah 0,7 persen ke level terendah sejak Februari 2016 di level $ 0,70015.
Pelemahan nilai tukar dolar AS dan kondisi suku bunga AS yang cenderung stabil membawa keuntungan bagi emas. Logam mulia berada di level US$ 1.283 per ounce menjadi mendekati puncak selama enam bulan.
Harga minyak merosot tajam sepanjang tahun lalu. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS merosot hampir 25 persen, sementara harga minyak Brent melemah 19,5 persen.
Gubernur Federal Reserve Jerome Powell akan memiliki kesempatan untuk mengungkapkan prospek ekonomi saat ia berpartisipasi dalam diskusi bersama mantan Gubernur The Fed Janet Yellen dan Ben Bernanke pada Jumat (4/1) mendatang.
Selain itu, survei manufaktur AS berpotensi dirilis pada Kamis (3/1), diikuti oleh laporan pembayaran gaji sehari setelahnya.
Pasar utang AS juga mengasumsikan The Fed telah selesai beraksi. Hasilnya, imbal hasil (yield) obligasi bertenor 2 tahun jatuh ke level 2,49 persen, dari puncak 2,97 persen pada November.
Imbal hasil obligasi tenor 10 tahun juga merosot ke level terendah sejak Februari lalu di level 2,69 persen, dari semula 2,71 persen.
"Pertumbuhan global membuat potensi aset berisiko berakhir. Kurva imbal hasil tak terelakkan, saat ini terpengaruh oleh normalisasi kebijakan AS lebih lanjut," tulis tim Treasury di OCBC Bank dalam sebuah catatan. (Reuters/lav)
http://bit.ly/2F2VjSk
January 02, 2019 at 08:52PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2F2VjSk
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment