Friday, January 4, 2019

Alasan Investor Asing Emoh Lirik Infrastruktur Jokowi

Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia menyatakan partisipasi investor asing lewat pasar modal untuk proyek infrastruktur Indonesia masih minim. Saat ini, aliran modal investor asing masih terpusat pada surat utang (obligasi) pemerintah dan ekuitas.

Laporan Bank Dunia yang bertajuk Infrastructure Sector Assesment Program yang dirilis pada Juni 2018, membeberkan kepemilikan investor asing atas obligasi pemerintah mewakili hampir 40 persen dari total obligasi pemerintah yang beredar pada 2015. Jumlah kepemilikan ini tumbuh dua kali lipat sejak 2010.

Demikian pula, partisipasi investor asing di pasar ekuitas yang tercatat sebesar 43,2 persen pada 2015, tumbuh dari 31,7 persen pada 2010.


"Ada minat yang signifikan dari investor asing untuk investasi di Indonesia," tulis laporan Bank Dunia dikutip Jumat (4/1).

Menurut bank dunia, setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan investor asing enggan untuk masuk kepada portofolio investasi infrastruktur lewat pasar modal.

Hal tersebut adalah karena pasar yang tersegmentasi untuk investor asing dan domestik, serta lemahnya sistem mitigasi risiko produk investasi atau mekanisme untuk mengurai risiko.


Bank Dunia menjelaskan investor asing cenderung berpartisipasi aktif pada obligasi perusahaan yang diterbitkan dalam mata uang asing utamanya dolar AS. Alasan mereka memilih investasi pada dana di pasar internasional lantaran kurangnya mekanisme yang efisien untuk mengatur dananya di Indonesia.

Sebaliknya, investor institusi domestik cenderung memiliki partisipasi terbatas kepada obligasi di pasar internasional.

Bank Dunia menuturkan sulitnya mitigasi risiko pada instrumen lokal menyebabkan investor asing lebih memilih untuk menanamkan modalnya lewat pasar internasional. Bagi investor, mereka harus memiliki langkah mitigasi yang efisien jika terjadi risiko pada instrumen investasi tersebut.


"Saat ini sangat sulit menawarkan obligasi dalam mata uang rupiah kepada investor institusi asing, karena basis investor yang mencari obigasi rupiah cenderung memilih obligasi pemerintah," tulis Bank Dunia.

Di sisi lain, Bank Dunia menilai bahwa kehadiran investor asing sangat diperlukan sebab dana pembangunan infrastruktur sangat tinggi. Di sisi lain, portofolio investor institusi domestik pada sektor infrastruktur masih kecil.

Padahal partisipasi dari sektor non-perbankan, yaitu investor institusi termasuk dana pensiun, jaminan sosial, dan perusahaan asuransi jiwa sangat penting untuk menutup kesenjangan pembiayaan infrastruktur.

Ilustrasi infrastruktur. (Foto: CNN Indonesia/Hafidz)

"Peran investor institusi di Indonesia masih kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, di sisi lain Indonesia memerlukan dana dari inevstor domestik," tulis Bank Dunia.

Pada 2016, total aset perusahaan institusi domestik di Indonesia sebesar 1,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan aset institusi Singapura telah mencapai 79,4 persen dari PDB.

Jika dirici, pada Juni 2017 jumlah aset Dana Pensiun sebesar Rp254 triliun, reksa dana sebesar Rp339 triliu, perusahaan asuransi jiwa dan umum sebesar Rp522 triliun, jaminan sosial dan BPJS sebesar Rp290 triliun, dan dana pensiun pemerintah sebesar Rp199 triliun.

Rekomendasi Bank Dunia

Bank dunia sendiri menilai peringkat utang Indonesia dari lembaga pemeringkat internasional telah memberikan peluang bagi pemain infrastruktur untuk memanfaatkan obligasi rupiah di pasar internasional.

Hal tersebut telah diinisasi oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang menjadi pionir penerbitan surat utang global berdenominasi rupiah bernama Komodo Bond. Perusahaan infrastruktur tol plat merah itu, menerbitkan obligasi rupiah sebesar Rp4 triliun pada Desember 2017.

Langkah Jasa Marga diikuti oleh BUMN karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang menerbitkan utang berdenominasi rupiah sebesar Rp5,4 triliun pada Januari 2018.


Atas dasar permasalahan tersebut, maka Bank Dunia memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah Indonesia.

Pertama, pemerintah harus memberikan insentif untuk tabungan jangka panjang terutama dana pensiun.

Kedua, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus meninjau ulang, jika perlu mengubah kebijakan untuk mendorong investasi jangka panjang investor institusi.


Ketiga, Kementerian Keuangan dan OJK harus berkolaborasi untuk mengatasi masalah hukum, peraturan, dan perpajakan produk pasar modal

Bank Dunia belum merespons hingga berita ini diturunkan. (ulf/asa)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2FaOTAK
January 05, 2019 at 02:05AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2FaOTAK
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment